Menjaga perdamaian dunia merupakan tanggung jawab bersama negara-negara di dunia. Untuk menghentikan konflik, PBB melalui UNSC membentuk dan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian. Pada konflik Lebanon, PBB mengirimkan pasukan UNIFIL melalui resolusi 1701 (2006) untuk menghentikan konflik yang ada, meskipun ketegangan di wilayah Lebanon hingga kini belum terselesaikan. Penerapan resolusi 1701 (2006) tidak lepas dari peran Indonesia di dalamnya, karena Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang pasukan terbesar di UNIFIL. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implikasi penerapan mandat terhadap kontingen Garuda XXIII-O/UNIFIL sebagai alat bagi Indonesia untuk menjalankan tujuan nasionalnya dalam menjaga keamanan nasional dari ancaman luar negeri dengan menunjukan kemampuan TNI dalam misi perdamaian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melibatkan Wakil Asisten Penasihat Militer PTRI New York, Komandan Kontingen XXIIIO/UNIFIL, Komandan Satgas FHQSU dan Laporan Sekjen PBB tentang Pelaksanaan Mandat Resolusi 1701 (2006) pada tahun 2021. Dalam penelitian ini pelaksanaan mandat dikaji melalui resolusi konflik Johan Galtung, peacekeeping, peacemaking dan peacebuilding yang dilakukan oleh UNIFIL serta keunikan cultural intelligence yang dimiliki oleh kontingen Garuda dalam menjalankan mandat resolusinya. Temuan dari penelitian ini adalah pendekatan territorial berbasis budaya yang digunakan oleh kontingen garuda dalam melaksanakan tugas sebagai pasukan perdamaian dengan menerapkan mandat resolusi 1701 (2006) di Lebanon Selatan, efektif untuk mencapai pemenuhan penerapan mandat resolusi di Lebanon. Peneliti menyarankan dilakukannya penelitian terkait cultural intelligence dengan mempertimbangkan perkembangan situasi di Lebanon selatan untuk melihat efektifitas penerapan resolusi 1701 DK PBB oleh UNIFIL dan Indonesia.