Konflik sering terjadi akibat adanya perbedaan yang ada di dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Seperti, perbedaan budaya, bentuk fisik, emosi, serta polapola perilaku antar individu maupun kelompok yang ada pada masyarakat. Studi lteratur menunjukkan perlunya ketahanan mental yang kuat dan regulasi emosi yang baik untuk dapat memiliki kemampuan resolusi konflik yang mumpuni. Mahasiswa pendidikan perdamaian di Unhan RI dan UGM memang mendapatkan asupan pengetahuan yang terkait, namun demikian mereka belum pernah di tes dan mengikuti pelatihan perilaku yang relevan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ketahanan mental dan regulasi emosi berpengaruh terhadap kemampuan resolusi konflik mahasiswa perdamaian. Penelitian ini menggunakan metoda kuantitatif melalui pembuktian korelasional dengan tambahan wawancara kualitatif untuk mengklarifikas hasil kuantitatif. Melalui purposive sampling didapatkan 75 orang mahasiswa S2 non-perdamaian Unhan RI dan mahasiswa S2 perdamaian Unhan RI dan UGM. Alat ukur yang digunakan yaitu Conflict Resolution Styles Inventory (α=0.812), Connor-Davidson Resilience Scale (α=0.773), dan Emotion Regulation Questionnaire (α=0.716). Didapatkan hasil bahwa Ketahanan Mental berpengaruh terhadap Kemampuan Resolusi Konflik sebesar (7,1%), Regulasi Emosi berpengaruh terhadap Kemampuan Resolusi Konflik sebesar (9,1%), dan secara simultan Ketahanan Mental dan Regulasi Emosi berpengaruh terhadap Kemampuan Resolusi Konflik sebesar (R²=16.2%) yang berarti bahwa semakin tinggi Ketahanan dan Regulasi Emosi maka akan semakin tinggi Kemampuan Resolusi Konfliknya. Lalu, terdapat pengaruh lain yang berasal dari variabel lainnya yang tidak diteliti. Maka, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji variabel lain yang berpengaruh pada kemampuan resolusi konflik.