Resolusi 1325 DK PBB menjadi landasan yang tegas dalam meminta peningkatan keterlibatan female peacekeepers, terutama dalam misi perdamaian pasca-konflik. Penelitian ini menyoroti misi perdamaian UNAMID, khususnya dalam konflik Darfur yang melibatkan pola kekerasan seksual sebagai alat penghancur terhadap Etnis Afrika. Meskipun jumlah korban wanita dan anak-anak menciptakan kebutuhan akan peningkatan kehadiran female peacekeepers, kenyataannya, kehadiran wanita TNI masih rendah dibandingkan dengan pria TNI. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis partisipasi, hambatan dan upaya peningkatan partisipasi wanita TNI pada misi perdamaian UNAMID guna mendukung keamanan global. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita TNI berpartisipasi pada 2 posisi penugasan yaitu Military Staff, dengan fokus pada pengambilan keputusan program yang akan dijalankan Kontingen dan Kontingen dengan fokus pada pelaksanaan program dan proyek. Dalam menjalankan tugasnya wanita TNI menghadapi hambatan internal: ambiguitas dalam kesetaraan gender dan eksternal: kurangnya kualifikasi tempur, ketidaksiapan pria dalam menghadapi konsep kesetaraan gender, perizinan suami, tekanan psikologis, ketidakstabilan keamanan, hambatan bahasa, dan kondisi geografis. Sedangkan upaya peningkatan yang telah dilakukan dibagi menjadi 2 yaitu dalam lingkup global berupa upaya pada forum multilateral, forum regional dan mengesahkan Resolusi 2538 DK PBB. Serta dalam lingkup nasional berupa pembukaan peluang pendidikan, sosialisasi kesetaraan gender, meningkatkan kapabilitas, membuat program Data-Base, memprioritaskan wanita TNI single, sosialisasi peran wanita dan evaluasi. Maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi wanita TNI pada UNAMID sudah dijalankan dengan baik namun terdapat berbagai hambatan sehingga diperlukan upaya peningkatan partisipasi dari lingkup global yang kemudian diselaraskan dengan kondisi nasional.