Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan menganalisis penggunaan media cetak sebagai resolusi konflik, yakni melalui kekuatan media melakukan pembingkaian pemberitaan pada realitas yang terjadi. Sampel penelitian diambil berdasarkan perkembangan kasus penodaan agama yang melibatkan nama Basuki Tajahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam pemberitaan Republika dan Kompas.
Berbagai media menjadikan isu tersebut sebagai tema penting dalam pemberitaan, sehingga kasus semakin meluas isunya. Pada kondisi tersebut media massa memegang peran penting sebagai media pembentuk opini publik yang memberikan efek terhadap perkembangan isu, akan tetapi perbedaan ideologi, latar belakang media juga menjadi pertimbangan lain ketika media melakukan pembingkaian, sehingga satu realitas yang sama bisa dibingkai berbeda oleh beragam media. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitik. Data penelitian didapatkan melalui wawancara, studi pustaka, dan observasi di lapangan. Analisis hasil penelitian dilakukan dengan model analisis pembingkaian Robert Entmant yang menitikberatkan pada seleksi isu dan penonjolan kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Republika dan Kompas membingkai kasus tersebut sebagai dua permasalahan yang berbeda, Republika menyatakan jika kasus penodaan agama itu sebagai kasus agama, sementara Kompas menyatakan jika kasus tersebut merupakan kasus politik. Alasan sudut pandang berbeda terjadi karena news values kedua media juga berbeda. Republika lebih banyak mengambil sudut pandang muslim karena ideologi islam yang dianut. Sementara Kompas membentuk gaya pemberitaan yang memang berbeda dan disesuaikan dengan visi dan misi media. Resolusi konflik berbasis media cetak
dihadirkan sebagai alternatif bagi pembaca untuk lebih selektif dalam menerima informasi dari media. Resolusi berbasis media cetak yang dimaksud berupa terbukanya ruang informasi di media dengan kejelasan konten pemaknaan penodaan agama, selain itu juga hadirnya intervensi lembaga dalam mengawal kebebasan media mengkonstruksi realitas.