Transformasi konflik merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan kondisi damai yang positif. Pasca penyelesaian konflik di Goa Pindul tahun 2016-2017, terdapat pihak yang melanggar Nota Kesepakatan sehingga perlu adanya upaya-upaya transformasi konflik untuk menciptakan damai yang berkelanjutan guna mendukung keamanan daerah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi relasional antara Kelompok Sadar Wisata di Goa Pindul pasca penyelesaian konflik dan bagaimana upaya pemerintah daerah dalam transformasi konflik di Goa Pindul. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara, dokumentasi, dan observasi. Untuk mendukung penelitian ini peneliti menggunakan teori transformasi konflik, teori konflik, teori damai, konsep transformasi konflik, teori manajemen kepariwisataan, dan konsep keamanan daerah sebagai landasan dalam menganalisis permasalahan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kondisi antara operator di Goa Pindul adalah kondisi negative peace karena masih terdapat perselisihan pribadi antara operator, namun hal tersebut hanya pada lingkup attitude dan contradiction sehingga adanya kekerasan yang bersifat invisible. Upaya dari pemerintah daerah dalam transformasi konflik di Goa Pindul dari dimensi pribadi yaitu dengan melakukan pendekatan-pendekatan secara personal kepada operator-operator, dimensi relasional memberikan gambaran bahwa adanya perselisihan diantara Pokdarwis tetapi mereka saling melengkapi kekurangan yang ada, dimensi struktural yaitu dengan membentuk BUMDes, dan pada dimensi budaya tidak ditemukan budaya setempat yang mempengaruhi konflik. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu adanya sinergitas antara pemerintah dan pelaku wisata di Goa Pindul untuk meminimalisir perbedaan.