Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara keluarga korban Semanggi I dengan Pemerintah Republik Indonesia dalam aspek tingkat kepercayaan 20 tahun setelah tragedi. Hingga saat ini, konflik belum terselesaikan. Oleh karena kepercayaan terhadap satu sama lain merupakan faktor penting dalam resolusi konflik, peneliti percaya bahwa kurangnya kepercayaan atau ketidakpercayaan menghambat resolusi konflik. Dengan demikian perlu adanya pembangunan kepercayaan antar pihak yang berkonflik sebelum memulai proses rekonsiliasi yang diwacanakan awal tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif untuk menggali strategi pembangunan kepercayaan antar pihak. Wawancara mendalam dilakukan kepada keluarga korban, pemerintah, Komnas HAM dan LSM pendukung. Surat kepada presiden dari Aksi Kamisan juga akan dianalisis untuk memprediksi tingkat kepercayaan keluarga korban. Hasil menunjukkan bahwa pada masa awal pemerintahan Presiden Jokowi, keluarga korban memiliki tingkat kepercayaan yang sedang. Namun, kepercayaan ini dengan cepat menurun karena ketidakkonsistenan tindakan dari orang-orang pemerintah mengenai resolusi konflik. Sinyal negatif yang dipersepsikan keluarga korban dari tindakan pemerintah membuat keluarga korban tidak mungkin mendukung resolusi konflik non-judisial. Di sisi lain, kepercayaan yang rendah merupakan strategi adaptif untuk menjaga diri dari kerentanan alami yang hadir dalam hubungan asimetris antara pemerintah dan keluarga korban. Implikasinya, kepercayaan akan sulit ditingkatkan tanpa adanya strategi komprehensif yang menyasar kebutuhan utama keluarga korban. Manajemen Calculus-Based Distrust, Confidence Building Measure dan kebijakan yang mengaktivasi kerangka solidaritas diperlukan untuk membangun kepercayaan.